Kamis, 10 Januari 2019

keadaan orang yang kenal Allah yang mana dia tidak suka mengatur dirinya terhadap perkara dunia.

Muraja’ah Kitab Syarhu Al Hikam bisyarqaawi Karya Syaikh Ahmad bin Athaillaah As Sakandari rahimahullahu ta’ala.

@muraja’ahkitabsyarhulhikam/S=0004/klik.

Tema Kajian : Penjelasan keadaan-keadaan orang-orang yang mengenal Allah tentang menjauhkan diri dari mengatur dirinya terhadap perkara dunia.


[سوابق الهمم لا تخرق أسوار الأقدار] هذه الحكمة كالتعليل لما قبلها وتصلح أيضا لما بعدها كأنه قال ارادتك أيها المريد خلاف ما أراده مولاك لا تجدي نفعا لأنه اذا كانت سوابق الهمم أي الهمم السوابق أي سريعة التأثير في الأشياء وهي قوي النفس التي تنفعل عنها الأشياء وتكون للولى كرامة يقال فعل كذا بهمته اذا وجهها اليه فوجد ولغيره كالساحر والعائن اهانة لا تنفعل عنه الأشياء الا بتقدير الله تعالى أي باذنه سبحانه فالهمم غير السوابق كهمتك ايها المريد لا أثر لها من باب أولى ففي هذا تبريد نار الحرص المشتعلة في قلبه حتى يخيل له أن ذلك الشيئ طوع يده وأنه يدركه لا محالة والإضافة في قوله سوابق الهمم من اضافة الصفة إلى الموصوف كما تقرر وفي قوله أسوار الأقدار من إضافة المشبه به للمشبه.

[cita-cita yang kuat yang bermacam-macam yang cepat memberikan hasil itu tidak bisa menerobos batas-batas taqdir Allah] hikmah ini seperti menjadi alasan kepada hikmah yang sebelumnya dan juga pantas menjadi alasan terhadap apa yang setelahnya, seakan-akan penulis berkata : keinginanmu wahai orang yang mengharapkan wushul kepada Allah dalam keadaan berbeda dengan apa yang di kehendaki oleh Allah itu tidak bisa memberikan manfaat, karena apabila sawabiqul himam maksudnya himmah sabiqah: cita-cita yang kuat yang bermacam-macam maksudnya adalah cepat memberikan hasil dalam semua perkara yang di tuju dan himmah sabiqah itu adalah kekuatan nafsu yang bisa menimbulkan apa yang di inginkan dan himmah sabiqah itu untuk wali Allah di sebut karamah, di katakana fa’ala kadza bihimmatihi apabila wali tersebut menghadapkan himmahnya kepada apa yang di maksud, kemudian yang di maksud itu terwujud dan selain wali Allah seperti tukang sihir dan orang yang tajam matanya sebagai bentuk penghinaan dari Allah yang segala sesuatu tidak bisa terlaksana darinya kecuali dengan takdir Allah ta’ala maksudnya dengan idzin Allah subhanahu, maka himmah yang bukan sabiqah itu seperti cita-cita kuat kamu wahai orang yang mengharapkan wushul kepada Allah yang tidak ada hasil baginya dari sisi apa yang lebih utama, maka dalam hal ini menghadapkan api semangat yang berkobar-kobar di dalam hatinya sehingga di khayalkan kepadanya bahwa sesuatu itu tunduk pada tangannya dan bahwasannya orang yang mengharapkan wushul kepada Allah itu semestinya bisa menghasilkan apa yang di harapkan, mengidhafahkan dalam ucapan beliau sawabiqul himam itu termasuk mengidhafahkan sifat kepada yang di sifati sebagaimana yang telah tetap dalam kaidah ilmu nahwu dan dalam ucapan beliau aswaral aqdar itu termasuk dari mengidhafahkan almusyabbah bihi: yang di serupakan dengannya yakni al-aqdar: taqdir-taqdir kepada almusyabbah: yang di serupakan yakni al-aswar: batas-batas.


ثم قال : [أرح نفسك] أيها المريد [من التدبير] لأمر دنياك وهو أن يقدير الشخص في نفسه أحوالا يكون عليها على ما تقتضيه شهوته ويدبر لها ما يليق بها من أحوال وأعمال ويهتم لأجل ذلك وهذا تعب عظيم استعجله لنفسه ولعل أكثر ما يقدره لا يقع فيخيب ظنه وفي تعبير بأرح إشارة إلى أن المطلوب تركه للمريد هو ما فيه تعب ومعانات أما تدبير أمور معاشه على وجه سهل يستعين به على مطلوبه فلا بأس به ولذا ورد : التدبير نصف المعيشة. [فما قام به غيرك عنك لا تقم به لنفسك] يعني أن الأمر مفروغ منه إذ قد قام به غيرك وهو الله تعالى وما قام به غيرك لا فائدة في قيامك به فيكون قيامك فضولا لا ينبغي أن يتلبس به في ذوو العقول وأيضا فيه ترك العبودية ومضادة لأحكام الربوبية ومنازعة القدر وإنما خاطب المريد بذلك لأنه إذا توجه لحضرة الرب واشتغل بأوراد الطريق وأعماله تعطلت عليه أسباب معاشه في الغالب فيأتيه الشيطان ويوسوس له ويصير يدبر في نفسه أمورا لا يقع أكثرها وذلك يشغله عما هو بصدده فيرجع عما عما هو متوجه له ودواء ذلك كثرة الذكر والرياضة حتى يرجع عنه الشيطان وتحصل له الراحة من تعب التدبير.

Kemudian beliau berkata : [istirahatkanlah dirimu] wahai orang yang mengharapkan wushul kepada Allah [dari perbuatan mengatur] terhadap perkara duniamu dan tadbir itu maksudnya adalah seseorang merencanakan dalam dirinya sendiri untuk memperoleh beberapa tingkat keadaan yang dia berada di atasnya sesuai dengan yang di cocoki oleh syahwatnya dan sesorang mengatur terhadapnya apa yang pantas dengannya dari beberapa tingkat keadaan dan perbuatan dan sesorang memperhatikan karena pengaturan tersebut, dan cita-cita yang seperti ini adalah sesuatu yang sangat memayahkan yang di percepat untuk dirinya sendiri dan barangkali kebanyakan apa yang di rencanakan olehnya itu tidak terjadi maka menjadi sia-sia persangkaannya itu, dan dalam hal pengibaratan penulis kitab dengan kata Arih itu memberi isyarat bahwa yang di tuntut supaya di tinggalkan oleh orang yang mengharapkan wushul kepada Allah adalah apa yang padanya memayahkan dan mempersulit dirinya sendiri, adapun mengatur perkara-perkara urusan hidupnya orang yang mengharapkan wushul kepada Allah dengan cara yang mudah yang mana dia hal itu membantu dirinya terhadap apa yang di tuntutnya maka itu tidak mengapa, dan oleh karena itu telah datang hadis yang menyatakan : Mengatur tentang urusan dunia itu setengah dari perkara kehidupan.

[maka apa yang telah tegak dengannya selainmu darimu itu jangan kamu tegak dengannya untuk dirimu] yakni bahwa perkara yang di kosongkan dari perkara tersebut, karena telah ada selainmu yang menegakannya yaitu Allah ta’ala dan apa yang telah menegakan dengannya selainmu tidak ada faedah untuk kamu ikut menegakannya maka menjadi kamu ikut menegakannya itu sesuatu yang tidak berguna, yang tidak sepantasnya di jalani oleh orang yang mempunyai akal dan juga di dalamnya itu menegaskan tentang dia itu meninggalkan sifat menjadi hamba dan melawan keputusan-keputusan Tuhan dan menentang taqdir dan sesungguhnya yang di ajak bicara tentang hal itu adalah orang yang mengharapkan wushul kepada Allah, bahwasannya apabila dia terlanjur menghadap ke hadirat Allah dan tersibukan dirinya dengan wirid-wirid thariqat dan beberapa amalan-amalan lain, dia terlupakan dari mencari pekerjaan secara umum, maka dia di datangi oleh syetan dan di bisiki olehnya dan menjadilah dia merencanakan macam-macam perkara dalam dirinyayang kebanyakanya tidak terlaksana, dan hal itu yang menyibukan dirinya dari apa yang menjadi tujuannya kemudian dia kembali dari apa yang itu menjadi tujuan awalnya, dan obat dari hal itu adalah banyak berdzikir dan usaha menundukan dirinya sehingga syetan kembali meninggalkannya dan di hasilkan olehnya rasa enak dari kepayahan mengatur dirinya.


ولذا قال : [إجتهادك فيما ضمن لك] أي تكفل الله لك به وهو الرزق تفضلا منه وإحسانا قال تعالى : وكأين من دابة لا تحمل رزقها – الله يرزقها وإياكم إلى غير ذلك من الآيات [وتقصيرك فيما طلب منك] وهو العمل الذي تتوصل به عادة إلى مولاك من أذكار وصلوات وأوراد وغير ذلك من أنواع الطاعات ، قال تعالى : وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون الآية – فالمطلوب من المريد السعي في قوت الأرواح وهو ذكر المولى وفعل ما يقرب إليه لا قوت الأشباح لأنه قائم به غيره وهو مولاه. [دليل على انطماس] أي عمى [البصيرة منك] وهي عين فى القلب تدرك الأمور المعنوية كما البصر يدرك الأمور المحسوسة وفى تعبيره بالإجتهاد إشارة إلى أن طلب الرزق من غير إجتهاد لا بأس به للمريد ولا يدل على إنطماس بصيرته.

Dan karena itu berkata kyai musonnif : [kesungguhanmu dalam apa yang telah di jamin untukmu] yakni Allah telah menanggung untukmu dengan sesuatu yang telah kita usahakan dan apa yang telah di jamin itu adalah rizki karena arah pemberian dari Allah dan berbuat baik, Allah ta’ala berfirman : dan banyak sekali dari binatang melata itu tidak bisa menanggung rizkinya – Allah yang memberi rizkinya dan kepadamu semua, bacalah ayat-ayat lain selain ayat ini [dan kurangnya kamu dalam perkara yang di tuntut dari mu] dan barang yang di tuntut adalah berupa amal yang biasanya kamu menjadikan amal tersebut sebagai jembatan untuk wushul kepada Tuhanmu, seperti dzikir-dzikir, dan shalat-shalat, dan wirid-wirid, dan selain itu dari macam-macam ketaatan, Allah ta’ala berfirman : dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar supaya mereka beribadah kepadaku, Al-Ayat – maka yang di tuntut dari seorang yang mengharapkan wushul kepada Allah, yaitu usaha untuk memperoleh sesuatu yang menguatkan ruh, yaitu mengingat Allah dzat yang menjadi Tuhannya dan melakukan sesuatu yang bisa mendekatkan diri kepadanya, bukan kekuatan badan karena dia itu telah di atur oleh selainya, yaitu Allah Tuhannya.

[sebagai bukti atas terhapusnya] yaitu butanya [mata hati darimu] dan Albashirah itu adalah mata yang ada di dalam hati yang bisa melihat perkara-perkara yang bersifat maknawi sebagaimana bahwa mata kepala bisa melihat perkara-perkara yang bisa di lihat, dan di dalam pengibaratan kyai musonnif dengan kata ijtihad itu isyarat bahwa mencari rezki dengan tanpa terlalu bersungguh-sungguh tidak mengapa dengannya bagi orang yang mengharapkan wushul kepada Allah, dan tidak menunjukan atas terhapusnya mata hatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar